LENTERAPOKER – MELAYANI SEORANG SPG

LENTERAPOKER

MELAYANI SEORANG SPG

Aku adalah seorang tenaga marketing yang bekerja di sebuah perusahaan distributor parfum di Bogor. Sebenarnya aku juga merupakan perintis dari perusahaan itu, sebut saja CV. WIN. Namun karena andilku di perusahaan itu hanyalah Sumber Daya Manusia, dan bukannya ada hubungan dengan finansial, maka pendapatankupun tidak sama dengan teman-temanku yang lain yang juga ikut menjadi perintis. Ada lima orang termasuk aku yang pertama kali bergabung menjadi satu hingga terbentuklah CV. WIN. Adalah Pak Herman, orang yang paling berperan di perusahaan itu, karena beliaulah yang menjadi pemegang modal dari segala sesuatunya. Beliau seorang Sarjana Ekonomi. Karena keakraban kami, maka kamipun memanggil beliau dengan sebutan Babe, sebutan khas orang Betawi. Karena lingkungan kami merupakan transisi antara Sunda dengan Betawi. Empat orang yang lain bertugas untuk mengembangkan SDM, baik SDM masing-masing maupun dalam hal rekrutmen dan pengembangannya. Maka kami berempatpun bersaing untuk merekrut anak buah yang sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan hingga menjadi sebuah tim yang integral dan solid. Dalam empat bulan saja, yang semula hanya berjumlah empat orang sudah menjadi lebih dari lima puluh orang. Dan timku menjadi tim yang paling solid dengan jumlah yang terbanyak. Semua itu tak lepas dari kerja kerasku untuk mengembangkan mereka, mendidik mereka dan memotivasi mereka. Mereka memang tim yang kuat dan bermotivasi tinggi. Mereka semua sangat respek terhadapku. Itu semua karena aku hampir dikatakan sempurna dalam hal pembinaan dan approachmen. Aku selalu menghadapi mereka dengan sabar, meski sifat mereka tak sama. Aku menerapkan pendekatan yang berbeda-beda dari yang satu dengan yang lainnya. Aku selalu memuji mereka yang berprestasi, dan membangun semangat bagi mereka yang sedang down.

SPG 1

Aku selalu sempatkan waktu sekitar dua sampai lima menit kepada masing masing individu untuk berbicara mengenai keluhan-keluhan mereka, kendala-kendala di lapangan, dan rencana-rencana mereka ke depan, sehingga mereka merasa benar-benar menjadi bagian yang penting dalam tim. Paling tidak aku menyapa mereka sekilas dengan mengucapkan selamat pagi penuh semangat, memuji penampilan mereka, atau hanya sekedar mengatakan, “Dasi kamu bagus” Aku juga sangat antusias dengan mereka, karena sebagian besarnya adalah cewek. Dan bukan rahasia lagi jika cewek sunda terkenal dengan postur tubuh yang tak terkalahkan. Mereka rata rata berbadan segar dengan buah dada yang sekal dan menantang. Kulit mereka juga sangat bersih. Itu adalah keuntungan tersendiri bagiku karena pasti suatu saat nanti mereka (bahkan semuanya) bisa aku kencani satu persatu. Dengan pendekatan setahap demi setahap salah satu diantara mereka, Ria, akan bisa aku nikmati tubuhnya. Kisah ini berawal ketika suatu hari aku tidak terjun ke lapangan karena badanku terasa tidak enak. Tapi karena aku harus memotivasi mereka, paginya aku sempatkan untuk ke kantor. Dan begitu mereka berangkat ke lapangan aku pulang ke kost untuk istirahat. Namun paginya dikantor, Ria sempat curiga dengan kesehatanku dan bertanya, “Mas kenapa, sedang sakit ya?” “Iya, Ria. Aku lagi nggak enak badan. Kayaknya aku nggak berangkat hari ini” “Ya udah, entar habis meeting Mas pulang aja. Mas sudah makan?” tanya Ria penuh perhatian. Dia memang orangnya sangat perhatian. “Udah sih, tapi cuman dikit. Nggak selera” Dengan penuh kelembutan Ria meraba dahiku. Tangannya lembut dan wangi. Kalau aku diraba agak lama mungkin aku langsung sembuh, pikirku. Pukul sembilan pagi semua karyawan sudah menyebar ke lapangan. Sementara aku masuk dan beristirahat di ruang rapat. Babe masuk dan bertanya, “Kenapa Yan, sakit?” “Iya, Be,” jawabku singkat. “Ya udah, tiduran aja situ,” kata Babe ramah. “Nggak ah, Be. Aku mau pulang aja. Ntar sore balik lagi” “Terserah deh” Aku bergegas pulang ke kost. Kostku memang hanya berjarak tiga ratus meter dari kantor. Semua biaya kostku ditanggung oleh Babe. Ruangnya nyaman, besar dan bersih. Penjaganya yang bernama Pak Min itu juga ramah. Menurut Pak Min sebenarnya kamar itu khusus untuk tamu dan tidak disewakan, tapi entah mengapa aku diperkenankan menyewa kamar itu. Di kamar itu terdapat lukisan panorama yang sangan besar dan indah. Asli pula dan bukan reproduksi. Kata Pak Min posisi kamar itu boleh diubah sesuka penghuninya. Asal jangan kaget jika ada sensasi baru setelah itu. Apalagi dengan lukisan itu. Tapi aku menganggap itu hanya gurauan Pak Min dan aku tidak menanggapinya dengan serius. Sebenarnya di kost itu tidak boleh membawa teman lawan jenis ke kamar, tapi sepertinya Pak Min, si penjaga itu tahu apa yang dibutuhkan penghuni kost, jadi peraturan itu diabaikan. Sehingga kamar sebelahku sering dipakai pesta seks oleh penghuninya. Aku pernah ikut sekali. Sesampainya di depan kamar kost aku kaget karena Ria ternyata sudah berada di depan kamar kostku sedang membaca majalah kesukaannya. “Lho Ria, kok kamu disini. Lagi ngapain?” tanyaku singkat. “Lagi nungguin Mas Iyan. Kenapa, nggak boleh?” tanya Ria manja. “Ya boleh sih, tapi kok tadi nggak ngomong dulu” “Mau ngasih kejutan, biar Mas Iyan sembuh” “Ah, bisa aja kamu,” sahutku sambil mencubit dagunya yang mungil itu. Setelah membuka pintu kamar aku mempersilakan Ria masuk.

SPG 2

Dengan tanpa canggung Ria masuk ke kamarku dan melihat sekeliling, “Kok posisi kamarnya nggak diubah sih Mas. Emang nggak bosen gini-gini aja. Ubah dong biar ada perubahan. Biar selalu baru, jadi Mas nggak sakit-sakitan” “Biarin, sakit kan karena penyakit. Bukan karena kamar. Eh ngomong-ngomong, sorry lho kamarku berantakan” “Ah cowok mah, biasa,” sahut Ria dengan sedikit logat sunda. Setelah itu tangan mungil Ria memunguti benda-benda yang berantakan itu dan menatanya dengan rapi di tempatnya masing masing. Sementara aku pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Begitu masuk kamar, kamarku sudah kembali bersih dan rapi oleh tangan Ria. Aku lihat Ria sedang sibuk memencet-mencet tombol remote untuk mencari acara tv. Hari itu Ria mengenakan baju tipis putih dengan celana hitam panjang. Sangat terlihat profesional dia dengan pakaian itu. Juga seksi. Sambil tiduran Ria terlihat sangat menggoda. Payudaranya sangat terlihat mulus dengan bra yang tidak seukuran. Terlihat sekali bra itu tak sanggup memuat isi dari dada Ria. Aku menelan ludah. Tiba tiba suhu badanku naik. Aku tahu ini bukan karena aku sakit, tapi lebih karena libidoku pasti sedang on. Si kecil juga ikut-ikutan bangun. Sialan. Aku menggerutu karena ketika si kecil bangun dengan posisi yang salah. Menghadap ke bawah. Sehingga bulu-bulunya yang semula sempat menempel jadi tertarik dan menimbulkan rasa sakit. Aku merogohnya dan menempatkannya dengan benar. Tentu ini tak sepengetahuan Ria. Malu aku. “Mas punya CD lagu yang bagus, nggak?” tanya Ria mengagetkanku. “Cari aja disitu, pilih sendiri. Ada lagu, ada film. Eh, aku kemarin sewa film bagus tapi belum sempat nonton. Tuh, yang bungkusnya dari rental” “Film apa sih ini?” “Action, tapi katanya sih, ada making love-nya” “Hii. Coba ah, penasaran” Sementara Ria memasukkan keping VCD, aku memperhatikan pinggangnya yang sedikit terbuka ketika dia sedikit menungging. Putih, mulus. Aku jadi teringat Dewi pemeran VCD Itenas yang heboh itu. Sementara aku duduk mengambil posisi bersandar di tembok dekat tempat duduk Ria sebelumnya. Aku berharap setelah selesai memasukkan keping VCD, Ria kembali ke tempat duduk semula, jadi aku berada disampingnya persis. Dan benar, kini Ria berada disampingku dengan posisi bersila, sementara kakiku aku selonjorkan. Kini kaki kiri Ria yang dilipat menumpang di kakiku. Filmpun dimulai. Aku juga bersiap untuk memulai film panas siaran langsung tanpa penonton dan kamera. Aku mulai merangkul Ria. Mengelus rambutnya yang hitam itu, sambil sesekali membahas cerita film itu. Padahal sebenarnya aku tidak begitu memperhatikan alur cerita film itu. Aku hanya menjawab ya dan tidak atau tersenyum menanggapi Ria yang terlihat serius. Lalu badan Ria mulai bersandar di badanku. Akupun dengan mudah menciumi rambutnya, telinganya juga tengkuknya. Sementara tanganku yang sedari tadi bermain di daerah atas, kini mulai merosot. Menyentuh dada Ria, meremasnya hingga Riapun tak lagi memperhatikan film itu dan menikmati sentuhanku. Kini kami menjadi pemeran utama sebuah film panas. Apalagi ketika alur film itu tiba pada kisah make love, sesekali kami melihatnya sebagai pemanas. Wajah Ria yang semula menghadap tivi kini mulai tengadah menghadapku. Bibir kamipun beradu. Ria terlihat sangat antusias. Napasnya sangat wangi menggairahkan. Aku yakin Ria mempersiapkan hal ini dengan makan permen wangi sebelumnya. Dia menjilati mukaku dengan buas. Sementara tanganku sibuk bergerilya mencoba melepas pakaian Ria. Tanganku yang berada di dalam baju Ria berhasil membuka pengait bra-nya. Gumpalan daging sekal itu kini longgar tanpa pembungkus. Sementara bibirnya sibuk menjilatiku, tangannya mulai menuju pakaianku. Akupun dilucutinya. Sekarang aku tak berbaju lagi. Bibir Riapun mulai bergerilya turun. Menjilati dadaku dan mengulum susuku. Badanku makin panas. Libidoku makin naik. Leher, perut, telinga, dan dadaku menjadi sasaran bibir Ria. Aku menikmatinya sambil terus memainkan payudaranya yang semakin menghangat. Semakin lama Ria semakin mengganas, dilepaskannya celanaku luar dan dalam.

SPG 3

Bibirnya yang kini sudah tak berlipstik itu terus menjamah semua sektor tubuhku. Lidahnya menjilat-jilat bulu kemaluanku. Juga buah zakarku. Aku sesekali menggelinjang menahan jilatannya. Apalagi ketika kemaluanku masuk kedalam mulutnya. Ah, hangat rasanya. Ria berubah posisi. Yang semula berada tepat di depanku, kini beralih disampingku, sambil tetap menghisap kemaluanku. Perubahan posisinya bukan tanpa alasan. Ternyata Ria mengulum penisku dengan posisi dari samping sehingga lidahnya mengenai permukaan penisku bagian atas. Posisi ini sungguh sangat nikmat. Baru kali ini merasakan hisapan dan jilatan yang sangat hebat. Luar biasa. Sementara itu tanganku terus mengelus tubuh Ria. Payudaranya yang kenyal selalu menjadi favorit tanganku. Juga pantatnya yang bulat mulus. Sungguh menggairahkan. Tapi ketika jemariku kutuntun untuk menuju liang Lubangnya, Ria menolak. Akupun menurut saja. Aku tidak mau memaksakan kehendakku. Sekitar sepuluh menitan Ria bermain dengan posisi itu. Selanjutnya penisku dikeluarkannya dari mulut. Lidahnya yang terus mengganas itu menjalar keseluruh permukaan badanku bagian depan. Naik, naik, dan terus naik. Kini bibir kami kembali beradu. Kini posisi Ria tepat mendudukiku. Lalu perlahan-lahan Ria membimbing penisku untuk masuk kedalam liang Lubangnya. Dan, bless.. hangat, nikmat. Ria meringis menahan rasa. Entah apa yang ia rasakan. Setelah berkonsentrasi dengan penisku, kini Ria mulai memompa dengan posisi naik turun. Aku masih pada posisi duduk. Ria yang duduk dihadapanku terus naik turun hingga payudaranya terayun-ayun. Akupun tertarik dengan payudara itu. Kupegang, kuremas, kutekan lalu aku menundukkan kepalaku hingga bibirku mengenai payudara Ria. Dalam kesulitan karena posisinya yang terayun-ayun aku mengisap payudara Ria. Riapun meraung-raung tak karuan. “Ya Mas, terus Mas. Hisap terus, Mas” “Augh, augh.. Mas aku mau keluar, augh, augh.. Ahh!! Ria mengejang. Mukanya memerah. Lalu kami membalikkan tubuh kami. Untuk sementara kami juga melepaskan perabot kami yang tertancap. Akupun mulai bekerja. Kubimbing Ria untuk berjongkok. Akupun menyetubuhinya lagi dengan posisi dari belakang. Bless.. Kemaluanku masuk lagi ke liang Lubangnya. Dengan posisi doggystyle aku memompa pantat Ria berkali-kali hingga aku merasakan ada dorongan yang sangat kuat, hingga frekuensi doronganku semakin cepat. Aku meracau tak karuan. Ria tahu itu. Sebelum spermaku muncrat, dilepaskanlah pantatnya. Sekejap Ria sudah berbalik posisi. Tangannya langsung menangkap kemaluanku. Dibantu mulutnya, dikocoklah penisku sejadi-jadinya dan.. “Augh..” Sperma hangat muncrat ke mulut Ria. Tanpa ragu dikulumlah penisku. Rasanya tidak karuan. Spermakupun habis ditelan Ria. Lalu kami berduapun roboh tak berdaya. Aku mencium Ria penuh kasih dan dengan senyum kepuasan. Wajahnya yang penuh keringat tetap manis dengan senyuman itu. Sementara layar tv ku sudah menunjukkan display VCD. Entah duluan VCD atau aku selesainya.

Tinggalkan komentar